Friday, April 28, 2006

Akal2an gaya indonesia,

Salah satu kelebihan bangsa kita yang pernah saya dengar dari mulut kemulut, adalah kemampuannya akal-akalan,

akal-akalan ini, bisa berkesan positif,
biasanya artinya, mempungsikan lebih suatu hal ketimbang aslinya, dengan jalan sedikit modifikasi, istilah lainnya diakalin.
kadang ada juga yang menjadi negatif,

tapi saya dapat dari milist, ini satu contoh akal2an ala indonesia,
tapi ini yang positif.

sekiranya, kemampuan akal2an ini diarahkan kepada hal positif, tentu banyak karya2 berguna yang dapat dihasilkan anak bangsa ini.


dei
-=-




Applause Meriah di Yale University Bagi Para Pejuang Frekuensi Indonesia
>
> Onno W. Purbo
>
> Di hari minggu pagi 23 April 2006, saya memperoleh bagian untuk
> berbicara di
> planery session conference Access to Knowledge yang di selenggarakan
> oleh Yale
> Law School di Yale University Amerika Serikat. Konference ini fokus pada
>
> hal-hal yang berkaitan dengan berbagai isu yang berkaitan dengan akses
> kepada
> pengetahuan bagi bangsa-bangsa di dunia yang di hadiri oleh peserta
> lebih dari
> 40 negara di dunia.
>
> Sebetulnya topik yang di ajukan kepada saya adalah limitasi bagi access
> to
> knowledge, yang sebetulnya cukup sederhana di Indonesia, seperti, bahasa
>
> inggris, mahalnya infrastruktur, rakyat yang tidak kaya, dan peraturan
> yang
> terlalu ketat di tambah korupsi.
>
> Tentu tidak akan menarik jika hanya membicarakan keterbatasan, oleh
> karena itu
> saya mengubah sedikit topik saya menjadi lebih fokus pada pengalaman
> mengatasi
> keterbatasan tersebut yang tentunya berbasis pada pengalaman di lapangan
> selama
> 12+ tahun perjuangan bahu membahu dengan bangsa Indonesia untuk
> memperoleh
> akses Internet yang murah, sambil mencuri frekuensi di 2.4GHz, 5.8GHz,
> melakukan VoIP dll. Perjuangan panjang yang memakan waktu lama,
> mengedukasi
> bangsa, mengajak anak-anak muda di Indonesia menulis buku, share
> knowledge,
> membangun berbagai komunitas di mailing list. Gilanya, semua harus di
> lakukan
> secara swadaya masyarakat tanpa utangan Bank Dunia, IMF dan tanpa
> dukungan
> pemerintah bahkan di bawah sergapan polisi. Tapi semua akhirnya
> membuahkan
> hasil dengan bebasnya frekuensi 2.4GHz di Indonesia sejak bulan January
> 2005
> yang lalu.
>
> Penyebaran pengetahuan menjadi kunci dalam proses perjuangan sayangnya
> sebagian
> besar pengetahuan yang ada dalam bahasa inggris. Seni mengkonversikan
> pengetahuan berbahasa Inggris menjadi buku-buku dan artikel dalam bahasa
>
> Indonesia secara swadaya masyarakat dengan cara mengajak anak-anak mudah
>
> Indonesia menjadi penulis buku IT ternyata sangat unik tidak pernah
> terpikirkan
> sebelumnya oleh banyak negara di dunia.
>
> Pendekatan rebelius untuk mengatasi limitasi akses ke pengetahuan tidak
> pernah
> terpikirkan oleh para peneliti, birokat, pakar yang sangat berbudaya
> yang hadir
> di konferensi tersebut.
>
> Yang amat sangat mengagetkan dan tidak pernah saya rasakan sebelumnya
> selama
> umur hidup saya memberikan ceramah di berbagai tempat di dunia,keynote
> speech
> saya yang cukup rebelious mendapat sambutan yang amat sangat luar biasa.
> Tidak
> ada pembicara lain yang memperoleh sambutan sedemikian tinggi di Access
> to
> Knowledge Conference di Yale University.
>
> Jian Yan Wang, dari Orbicom di Montreal Canada ternyata cukup iseng,
> katanya
> peserta sampai sekitar tiga (3) menit tidak berhenti bertepuk tangan
> untuk
> saya. Alhamdullillah, perjuangan yang selama ini dilakukan oleh bangsa
> Indonesia untuk membangun sendiri & swadaya masyarakat Internet murah
> dengan
> cara-cara tidak legal mendapat sambutan yang amat sangat luar biasa di
> forum
> yang sangat prestigius di Yale University di Amerika Serikat.
>
> Setelah saya turun dari podium amat sangat banyak sekali Professor dari
> banyak
> kampus di Amerika, Afrika, Eropa menyalami saya dan mengatakan "Yours is
> very
> inspirasional". Sampai-sampai beberapa rekan seperti Sarah Kerr dari
> BellaNet
> Canada menyebutnya sebagai ceramah terbaik di Conference Access to
> Knowledge di
> Yale Law School.
>
> Yah, bagi mereka yang lebih banyak bergelut dengan teori, berargumentasi
> di
> kampus, tidak pernah terjun kelapangan memang akan tidak pernah terfikir
>
> berbagai trik, akal-akalan, dan kenikmatan yang akan di peroleh jika
> kita dapat
> secara nyata membangun masyarakat tanpa utangan Bank Dunia, IMF maupun
> bantuan
> pemerintah.
>
> Akibatnya, saya langsung mendapatkan banyak tawaran untuk berangkat lagi
> ke
> berbagai negara untuk memberikan ceramah inspirasi ke Jerman (Berlin),
> Ghana,
> Belanda dll. rata-rata akan di adakan sekitar bulan Juni-September 2006
> ini.
>
> Beberapa yang mengundang saya antara lain adalah,
> - Director General, Ghana-India Kofi Annan Centre of Excellence in ICT
> di Ghana
> - International Institute for Communication and Development. Merupakan
> network
> NGO yang membangun wireless network dimana-mana.
> - iRights (Urheberrechti In Der Digital Welt) dari Berlin
> - BellaNet, terutama untuk berpartisipasi di event mereka di Asia Common
> yang
> akan melibatkan banyak rekan-rekan dari Asia.
>
> Akhirnya, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan
> dan
> do'a yang diberikan rekan-rekan pejuang Internet di Indonesia selama
> ini.
>
> Saya pribadi semakin yakin bahwa bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang
> bodoh,
> apa yang kita bangun bersama oleh para pejuang IT Indonesia ternyata
> membuahkan
> contoh nyata yang luar biasa bagi banyak bangsa lain di dunia. Tidak ada
> bangsa
> yang di dunia yang mampu membangun Internet murah seperti Indonesia.
> Mereka
> banyak ingin mencontoh apa yang kita lakukan di Indonesia.
>
> Semoga para birokrat, politikus dan mereka yang menamakan dirinya
> pemimpin
> bangsa ini menyadari kemampuan anak bangsa. Walaupun kenyataannya kiprah
> anak
> bangsa tidak tergantung sama sekali pada para birokrat maupun politikus.
>
> Onno @ Yale University
> 23 April 2006


Thursday, April 27, 2006

Calo 2

selepas sholat jumat 7 april 2006,
agak ragu, ku "init 0" debian ku,
tujuannya, pulang kampung!!!

ada hari kejepit 3 hari, agak ragu, mengingat pekerjaan yang menumpuk ...

dengan metro mini, mulai meninggalkan 'kantor' (selalu memasang tanda kutip untuk kata 'kantor'),

menjelang blok m, sapta tour, turun, coba2 bisa gak dapat tiket di sini sebelum ke bandara,
karena ku memang gak selalu suka ke bandara tanpa bawa tiket sebelumnya,

ternyata gagal, sudah terlalu telat toh...

tambah ragu, lanjut, atau enggak, hari sudah menjelang pukul dua, dan paling telat, aku harus berada di medan, pukul 20an, itu paling telat, atau aku gak akan dapat angkutan lagi yang akan ke acehnya, untuk trip hari itu.

tapi akhirnya, pilih berlari kecil, menuju damri angkutan khusus bandara,
taxi? enggak lah ... belum saatnya.

seperti di metro mini tadi, jalan damri macet hampir sepanjang jalan dari blok m sampe bandara soekarno hatta,
makin cemas, masih bisa gak ya?

memsuki bandara,
hmm... mulai dari terminal a,
setelah scan semua loket airline, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan,
airasia, yang mengaku paling murah, memberi harga 810rb rupiah, adam air, 910rupiah, walau agak konyol, aku masih menuju terminal 2, garuda indonesia, tentu di atas satu juta.

hmmm...
akhirnya, berburu calo!
ya, aku tau jawabannya,
'mana bang?', tanya salah satu calo
'medan', jawabku mantap
'boleh, ada nich, 1jt sekian'
'aku cari yang 700rb!!',
'mana ada, ambilnya aja udah segini',
protes ...

begitulah, menjelang jam 18, aku sudah 'on board' menuju medan, dengan 720rb rupiah!!!

jadi, siapa bilang calo gak ada gunanya? kalo kita kepepet, dan perlu tiket murah, maka calo lah jawabannya!!!

setidaknya, aku sudah 2 kali ngalami gitu.

siang yang penat, cerita tentang calo.
27 april 2006, 14.31

Tuesday, April 25, 2006

Macet

Kemacetan di Jakarta. Bayangin, konon kabarnya tiap hari ada ratusan yang mengajukan STNK baru untuk motor, dan puluhan untuk mobil (atau ribuan dan ratusan?) Entah. Pernah dengar iklannya di radio delta.

Saya nggak habis pikir, dari sekian ribu orang yang tinggal di Jakarta, terutama kaum akademisi, masak nggak ada satupun yang mengeluarkan solusi untuk kemacetan Jakarta? Di Jakarta ada puluhan kampus, dan kebanyakan orang-orang pinter (itupun kalau ada orang pinter, dan ini asumsi, bukan hasil riset, jadi jangan didebat :-)), tinggal di Jakarta. Saya ngebayangin akademisi ini berlomba-lomba untuk mencari tahu bagaimana cara ngatasin macet yang smakin menggila. Kasihlah rekomendasi ke Pemda, atau penelitian yang komprehensif tentang kemacetan kota. Atau mungkin sudah diajuin tapi gak dianggep sama Pemda? Konon juga, tahun 2015 nanti, keluar rumah udah macet. Hehehe..

Kebanyakan solusi yang diambil adalah solusi proyek. Bikin jalur busway, proyek pengadaan busway (asik dapat cipratan), proyek monorel, proyek apalagi ya? Subway? Subway?? Ngatasin banjir yang datang tiap tahun aja nggak gablek mau bikin subway.

Menurut pendapat saya yang suka komplen ini, pendekatan pemda DKI harus dari sisi policy. Tujuan utamanya adalah mengurangi kendaraan pribadi di jalan raya. Jadi mungkin begini:
  1. Naikkan pajak mobil berplat nomor B setinggi 500%. Jadi kalau nggak bener-bener kaya, jangan harap punya mobil. Lalu kendaraan yang berplat nomor non B, kalau masuk Jakarta, harus membayar pajak khusus (bisa harian, mingguan atau bulanan). Ini nanti pasti dapat tentangan dari produsen mobil dan masyarakat menengah atas. Yah ini harus diperhitungkan penanganannya.
  2. Naikkan ongkos parkir di Jakarta, terutama di kantor-kantor umum. Tentu lebihan uangnya harus masuk ke Pemda.
  3. Nah dari duit lebihan tadi (point 1 dan 2), disubsidi untuk manajemen angkutan umum yang lebih nyaman. Misalnya dengan membangun sistem karcis terusan. Dalam arti kalau orang naik KRL, terus sambung metro mini, gak perlu bayar lagi, pake satu karcis. Ini karcis bisa model berlangganan mingguan atau bulanan. Bisa juga harian atau beli di tempat karcis non terusan. Di London kan bisa jalan, nah bayarin tuh orang-orang pinter suruh ke London belajar caranya manajemen transportasi.
  4. Hapuskan sistem setoran di angkutan umum. Setoran adalah roots of all evil di jalan raya. Pengemudi angkutan umum jadi ugal-ugalan, berhenti seenaknya dll, karena mereka harus ngejar setoran. Dikasih pencerahan apapun, IMHO, nggak akan berhenti sampai sistem setoran dihapuskan. Lalu apa alternatifnya? Bisa dengan sistem gaji. Atau kaitannya dengan sistem karcis terusan tadi. Tentu gaji pengemudi harus tinggi supaya meminimalkan potensi curang. Bisa juga kalau pemda punya lebihan duit dari pajak dan parkir, disubsidi para pengemudi ini.
  5. Pembuatan SIM diperketat. Nggak gampang orang bikin SIM. Namun sekali bikin berlaku seumur hidup, atau paling tidak dalam jangka waktu lama (misalnya 5 tahun). Sebetulnya kalau dipikir perpanjangan SIM nggak masuk akal, karena toh kalau orang sudah bisa nyetir, nggak mungkin lupa. Ya ga? Jadi yang di jalan raya itu bener-bener orang yang terpilih.
Beberapa potensi konfliknya adalah dari produsen mobil, tekanan dari manufaktur (astra misalnya), bahkan tentangan para sopir. Tapi saya yakin itu semua bisa diatasi dengan komunikasi massa yang baik. Sebab jika semua orang tahu tujuannya, dan dirasa tujuan dan caranya itu masuk akal, bisa terima. (emh ini logika pinggir jalan, buka logika politik).

Begitu lamunan setelah kekenyangan makan siang. Intinya sih banyak cara yang bisa dilakukan asal paham bener akar permasalahannya, dan dalam menyusun solusi, tidak ada kepentingan politik maupun duit. Ini yang sulit. Tulisan ini dulu pernah saya posting ini di milis teknologia.

Sunday, April 23, 2006

Calo

Mendengar kata calo,
mungkin kita akan teringat tiket, antrian, perantara, dlsb.

Calo, bisa berarti perantara, bisa juga reseler,

Cuma entah kenapa, kata calo kadang berkesan negatif,
mengapa, karena terkadang apa yang calo lakukan, adalah menggunakan kesempitan orang, menjadi suatu kesempatan,
ok, kalo sampe di sini, mungkin bisnis yang lain pun, pada prinsipnya adalah menggunakan kesempitan orang menjadi kesempatan,
kita yang gak bisa bikin baju sendiri, akhirnya dimamfaatkan oleh orang lain, untuk menyediakan baju untuk kita, dst.
Tapi calo, apa yang salah dengan calo? kalo gak salah ingat, calo biasanya punya kemampuan memborong karcis di loket, dan menjual kembali dengan harga yang lebih tinggi, dan, kita jadi gak punya pilihan lain, ini praktek calo yang merugikan.

Seingatku, dulu bahkan karcis bioskop pun dicaloin, padahal itu juga bioskop murahan, namanya benhil bobrok, dinamai demikian karena ada tandingannya, yaitu benhil raya, padahal benhil bobrok waktu itu, gak sebobrok benhil raya sekarang, dan benhil bobroknya sendiri, udah jadi apartemen megah.

selain itu, karcis kereta api, itu juga yang ku tau cuma kereta kelas ekonomi, kalo kereta kelas lain yang lebih tinggi, terus terang aku gak tau, karena gak pernah naik.
kata karcis, berbeda dengan kata tiket, menurut pengamatanku, karcis bentuknya selalu lebih kecil, sedangkan tiket, biasanya lebih mewah dan harganya lebih mahal, bentuknya juga lebih bagus, lebih lebar dan kadang lebih berlembar2. :)

yang pernah ku ingat lagi, tiket pelni, lagi2, yang ku ingat juga kelas ekonomi, karena pernah sekali beli tiket pelni, di gedung pelni yang di jalan angkasa itu, pas aku beli buat tiket vip, gak ada calo, kenapa, karena calo gak boleh masuk ke situ,

jadi, memang calo biasanya berkesan negatif, karena pada saat orang susah sedang ke susahan, mereka memamfaatkan kesusahan itu menjadi keuntungan buat mereka,

gak ngerti, apakah calo juga ada di negeri lain selain di negeri indonesia bagus ini, karena kebetulan baru negeri2 di dalam negeri lah yang baru dapat aku kunjungi,

akan tetapi, sebetulnya sebagian dari kita pun, biasanya tanpa di sadari, sudah juga menjadi calo. walau tidak sekejam calo yang kejam. :)

di tulis sore2, setelah berurusan dengan calo, 7 april 2006

Tuesday, April 18, 2006

Bisnis di Indonesia

Dari milis yang saya ikuti, banyak yang menyalahkan Iklim di Indonesia untuk justifikasi tindakan-tindakan yang dilakukan. Misalnya, ada yang mulai bisnis di Amerika, dan mengajak orang-orang untuk mengikuti jejaknya. Atau mencari kerja jadi kuli di luar negri, sebagai tenaga ahli. Ini sih bagus. Yang bikin saya nggak terima adalah bahwa statemen bahwa sektor creative/IT nggak akan pernah maju di Indonesia. Seolah-olah kondisi ini jadi justifikasi bahwa sebagai orang kreatif, carilah kerja atau mulailah bisnis di luar negeri.

So, jika semua orang kreatif keluar negeri, sambil nyumpahin kondisi bangsanya sendiri, ya tambah ancur dong kita. Bener nggak? (provoke mode on :-)). Mana jiwa jiwa yang mengaku sebagai agen perubahan? Kondisi yang sulit bukan untuk ditinggal lari, tapi untuk diakali, sukur-sukur bisa memperbaiki. Memang memutar roda pertama kali adalah yang paling berat. But, SWGTL (sowatgituloh)?

Hehe.. demikian curhat hari ini.